Sabtu, 15-11-2025
  • Selamat datang di Sekolah Tinggi Teologi Katharos Indonesia Jl. Raya Cut Mutiah No. 44, Cut Mutiah Plaza Blok A3 No. 4-5 Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat 17113. Telp. 021-88357173.

ANALISIS KRITERIA SEORANG PELAYAN TUHAN DI ERA TRANSISI BERDASARKAN 2 TIMOTIUS 4:6-7

Diterbitkan : - Kategori : Jurnal

STT Khataros Indonesia Bekasi. Abstract. The purpose of this paper is to analyze the criteria of a faithful servant of God in the transitional era based on 2 Timothy 4:6-7. The approach used is descriptive qualitative method by collecting data through the Bible and other literature such as journals, books and documents relevant to the topic discussed. A wrong understanding of choosing a way of life as a servant of God can have a negative impact that can lead to a high level of depression which can result in a servant deciding to stop serving God’s work in the midst of turmoil and changes that continue to occur in this transitional era. As a result, the criteria for God’s servants who are needed in a transitional or changing era are servants who have the ability to be able to remain faithful in ministry until the end of their lives: namely the ability to think critically, communicatively, creatively and innovatively. In conclusion, whenever, in any condition and wherever one is, a servant of God is required to keep the criteria of loyalty to God and the work of service until the end of his life. Keywords: Criteria; Servant of God; Transitional Era; 2 Timothy 4:6-7.

Abstrak. Tujuan penulisan ini adalah menganalisis kriteria pelayan Tuhan yang setia di era transisi berdasarkan 2 Timotius 4:6-7. Pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data melalui Alkitab dan literatur yang lain seperti jurnal-jurnal, buku-buku dan dokumen yang relevan dengan topik yang dibahas. Pemahaman yang keliru akan pemilihan jalan hidup sebagai pelayan Tuhan dapat berdampak negatif hingga berujung kepada depresi tingkat tinggi yang dapat mengakibatkan seorang pelayan memutuskan berhenti melayani pekerjaan Tuhan di tengah gejolak dan perubahan yang terus menerus terjadi di era transisi ini. Hasilnya, kriteria pelayan Tuhan yang dibutuhkan pada masa transisi atau era yang penuh perubahan adalah pelayan yang memiliki kemampuan untuk mampu bertahan setia dalam pelayanan sampai akhir hidupnya: yaitu kemampuan berpikir kritis, komunikatif, kreatif dan Inovatif. Kesimpulan, kapan pun, dalam kondisi apa pun dan di mana pun berada, seorang pelayan Tuhan dituntut tetap kriteria kesetiaan kepada Tuhan dan pekerjaan pelayanan hingga akhir hidupnya. Kata Kunci : Kriteria; Pelayan Tuhan; Era Transisi; 2 Timotius 4:6-7.

PENDAHULUAN
Menjadi pelayan Tuhan bukanlah perkara yang mudah, sebab memutuskan ambil bagian di dalam pelayanan memerlukan komitmen dan dedikasi yang tinggi. Dengan kata lain, pelayan Tuhan harus mengerti mengapa memilih profesi itu, oleh karena tanpa memahami seluk-beluk pelayanan, seorang pelayan Tuhan dapat mengalami depresi tingkat tinggi yang pada akhirnya mendorong dirinya meninggalkan tanggung jawab pelayanan dan panggilan yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Transisi adalah masa pergantian yang ditandai dari perubahan fase awal ke fase yang baru. Biasanya pada saat transisi keadaan belum stabil, belum benar-benar meninggalkan yang lama dan belum sepenuhnya beradaptasi dengan yang baru. Saat ini dengan mengalami masa transisi setelah beberapa tahun dilanda pandemi covid-19. Situasi belum sepenuhnya pulih kembali seperti sedia kala dan melumpuhkan segala sudut kehidupan manusia di dunia termasuk Indonesia.

Transisi adalah peralihan dari satu keadaan, tindakan, kondisi, tempat, dan sebagainya ke keadaan, tindakan, kondisi, atau tempat yang lain. Transformasi atau transisi pelayanan adalah perubahan struktur pelayanan pada suatu masa. Transisi ini mengakibatkan pelayanan harus mengalami perubahan dalam segala bidang, walaupun harus tetap mempertahankan kemurnian Injil.
Surat 2 Timotius 4 adalah surat penggembalaan atau pesan yang ditulis dan kirim Paulus kepada Timotius yang merupakan anak rohaninya yang mempunyai kedudukan atau jabatan sebagai gembala atau pemimpin rohani di Jemaat yang terdapat di Efesus. Isi suratnya mengangkat keperluan dalam pelaksanaan tugas pelayanan yang tidak mudah tersebut, akan pelayan yang berkualitas dengan kapasitas serta loyalitas yang baik dalam mengabdi kepada Allah sampai tuntaskan tugas pelayanan sebagai orang yang telah dipanggil dan diberi tanggung jawab memberitakan Injil (Trisno Kurniardi, 2017) menyampaikan tujuan surat 2 Timotius yang ditulis oleh Paulus adalah memberi dorongan kepada Timotius untuk menjaga kemurnian Injil dan standarnya yang kudus dari pencemaran oleh guru palsu. Jemaat di Efesus menghadapi tekanan dan penganiayaan dari pihak penguasa, dan juga oleh karena berbagai pengajaran yang menyimpang, Jemaat merasakan kebingungan (Laia, 2020).

TINJAUAN PUSTAKA
Berbicara pelayan Tuhan adalah identik dengan mengabdi atau menghamba kepadaNya. (Nicolas & Manaroinsong, 2021) berpendapat bahwa pengabdian diri sebagai pelayan tidaklah mudah, dikarenakan secara umum setiap orang cenderung ingin dilayani dari pada melayani. Demikian (Desman Josafat Boys, 2021) berpandangan bahwa seorang pelayan Tuhan merupakan sosok pekerja yang mempersembahkan tenaga maupun pikiran, serta daya-upaya apa pun termasuk hartanya demi mendukung kemajuan pelayanan demi kemuliaan Tuhan.

Maka, pengertian yang baik tentang panggilan dan pelayanan dapat membuat seorang pelayan Tuhan lebih mencintai profesinya, menekuninya dengan penuh minat, perhatian, serta mencintai & bercita-cita mengembangkan diri dalam profesi dan jabatan yang disandangnya. Oleh karena itu, melayani Tuhan sebagai pelayan tidak dapat dipisahkan dari kriteria atau standar yang khusus pula.
Kriteria dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ukuran yang dijadikan dasar untuk memberi penilaian. (Waharman, 2017) menyampaikan bahwa kriteria seorang pelayan Tuhan dapat diamati dari integritas yang ditunjukkannya dalam melayani Tuhan. Artinya, bahwa melayani merupakan pekerja Tuhan yang menuntut orang yang sudah mapan dan dipersiapkan dengan segudang bekal pengetahuan dan kemampuan untuk menggelutinya. Untuk menjadi pelayan Tuhan, maka harus memiliki kesukaan dan dengan niat tulus untuk terus mengembangkan diri di dalamnya.

Menurut (Endang Sumiwi, 2019) pada hakikatnya pelayan Tuhan merupakan hamba Kristus sehingga perlu menyadari bahwa ia adalah milik Kristus yang telah mengerjakan dan menyediakan penebusannya dan menunjukkan komitmen serta tanggungjawab, tata setia kepadaNya. Sependapat dengan Sumiwi dan Boys berkaitan dengan pelayan yang dihubungkan dengan pengabdian secara totalitas kepada Allah dan untuk kemuliaan-Nya, penulis berpandangan bahwa Kriteria pelayan Tuhan yang dibutuhkan pada masa transisi atau era yang penuh perubahan ini adalah kemampuan bertahan dan tetap setia dalam pelayanan hingga akhir hidupnya. Berdasarkan dengan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, penulis bertujuan menganalisis kriteria pelayan Tuhan yang setia di era transisi berdasarkan 2 Timotius 4:6-7.

METODOLOGI
Tujuan penulisan ini adalah menganalisis kriteria pelayan Tuhan yang setia di era transisi berdasarkan 2 Timotius 4:6-7. Pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data melalui Alkitab dan literatur yang lain seperti jurnal-jurnal, buku-buku dan dokumen yang relevan dengan topik yang dibahas. Menurut (Moh Nazir, 2014), metode deskriptif merupakan proses pencarian fakta dan data dengan menginterpretasinya dengan tepat.

HASIL PENELITIAN
Dalam Surat 2 Timotius 4:6-7 (TB), di ayat 6 Paulus menjelaskan tentang keadaannya yang menderita, dan bahkan tentang kematian yang sedang dinantinya, tetapi dia memandangnya sebagai suatu persembahan bagi Allah. Paulus memberi pesan kepada Timotius sekaligus memberi teladan bahwa apa pun harga yang harus dibayar, sebesar apa pun rintangan yang harus dihadapi, mempertahankan iman adalah kewajiban sebagai bentuk kesetiaan dalam panggilan Allah dan tugas pemberitaan Injil yang tekah diamanatkan kepada dirinya sebagai orang percaya. Sebab dalam terjemahan Strongcon disebut : “ For I am now ready to be offered, and the time of my departure is at hand.” Kata ready to be offered dalam bahasa Yunani σπενδω atau dibaca “Spendo” mempunyai arti mengabdikan diri sebagai persembahan walaupun taruhannya adalah darah yang berhubungan dengan nyawa. Itu adalah berbicara tentang kesetiaan yang tanpa pamrih karena memahami yujuan panggilan sebagai pelayan Kristus yang telah lebih dulu menjadi korban bagi setiap orang berdosa.

Di ayat yang ke-7, Paulus berbicara tentang sebuah pencapaian setelah berjuang dengan penuh kesetiaan, yaitu pemeliharaan iman. Memelihara iman dalam terjemahan Yunani τηρεω atau dibaca “tereo” memiliki arti “menjaga, memegang teguh” iman kepada Tuhan. Itulah kesetiaan yang mencapai garis akhir, kesetiaan tanpa batas, kesetiaan yang sejati, kesetiaan yang berasal dari pengetahuan yang benar akan Allah dan akan tujuan hidup sebagai pelayan Tuhan di dunia ini. Hal ini dapatdilihat dan ditiru dari kehidupan rasul Paulus yang setia melayani di tengah besarnya guncangan hidup. Paulus menegaskan perlunya kesetiaan hamba Tuhan dalam pelayanan hingga akhir hidupnya.

PEMBAHASAN
Dunia sedang diperhadapkan dengan berbagai kemudahan dan tantangan. Model-model dalam melakukan pelayanan semakin canggih, gereja yang bersifat konvensional sudah mulai tergerus dan digantikan oleh gereja yang tidak dibatasi oleh ruang. Kondisi ini menuntut para pelayan Tuhan untuk dapat mengadaptasikan diri dengan kemajuan-kemajuan yang ada. Sebab, apa bila tidak mampu menyesuaikan diri, dapat menimbulkan masalah baru dan terlindas oleh kemajuan zaman. Namun dibalik kemudahan dan banyaknya tawaran-tawaran yang menggiurkan tersebut, pelayan-pelayan Tuhan harus mampu menilai zaman. Era transisi seperti sekarang ini membutuhkan pelayan-pelayan Tuhan yang mampu menghadapi bentuk peralihan model-model pelayanan dan dapat bertahan melayani dengan setia sampai akhir hidupnya. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah integritas atau kesetiaan dari pelayan Tuhan. Kesetiaan adalah bagian yang sangat penting dalam pelayanan. Kesetiaan atau Integritas dapat diartikan sebagai kebulatan, keutuhan, kejujuran. Integritas diri pelayan Tuhan dalam artian yang utuh mencakup layak dipercaya, secara utuh memiliki reputasi yang baik dan bertumbuh dalam iman percayanya.

Oleh karena itu, pelayan-pelayan dalam rangka mempertahankan iman sebagai bagian dari kesetiaan kepada Tuhan harus mampu berpikir kritis, komunikatif, kreatif dan inovatif di tengah kondisi dan era transisi yang menjadi tantangan. Hal yang senada diucapkan oleh (Susilo Pranoto, 2015) dengan menyatakan bahwa kesetiaan pelayan Tuhan harus siap mengorbankan banyak hal dan jauh dari memanjakan diri, melainkan perlu melatih diri agar tetap teguh dan kuat mencapai garis akhir.

Pelayan harus berpikir kritis dalam rangka mempertahankan iman sebagai bagian kesetiaan kepada Tuhan

Berpikir kritis adalah mampu berpikir secara logis.dan reflektif, suatu proses berpikir yang membangun atau konstruktif yang bertujuan untuk mencari solusi (Widha Nur Shanti, Dyahsih Alin Sholihah, 2017) Nilai berpikir kritis tidak terpisahkan dari nilai kejujuran, ketulusan dan kecerdikan. Kemampuan berpikir kritis membuat pelayan Tuhan menjadi SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan time-bound goals). Pemikiran kritis adalah sesuatu yang dapat membantu pelayanan Tuhan menentukan apa yang diyakininya. Seperti contoh Paulus dalam mengambil keputusan melayani Tuhan sehingga setelah pertimbangan dapat menyimpulkan bahwa lebih baik kehilangan nyawa dari pada kehilangan iman kepada Kristus. Oleh karena itu dia berani berkata bahwa hidup adalah Kristus dan kematian sekalipun dalam iman kepada Kristus merupakan suatu keuntungan. Maka pikiran kritis yang sama Paulus berusaha mengingatkan Timotius di tengah menjamurnya berbagai pengajar sesat, yang mengancam iman umat Allah kepada Kristus. Demikian pada era transisi ini, dengan menjamurnya ajaran-ajaran di media sosial Youtube dan lainnya, pelayan Tuhan perlu dan wajib berpikir kritis, tidak mudah diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran.

Pelayan Tuhan yang berpikir kritis selalu berpikir tentang masa depan lebih dari masa lalu, Selalu menanyakan alasan terlebih dahulu, Melakukan sesuatu sesuai rencana, selalu memastikan sebab dan akibat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep berpikir kritis akan mengantarkan seorang pelayan Tuhan untuk menuju kesuksesan: yaitu mencapai garis akhir (2 Tim. 4:7), sebab dengan adanya kemampuan tersebut ia dapat merespons fenomena yang terjadi di sekitar dengan cepat dan tepat melalui aturan, pola serta prinsip tertentu dalam benaknya. Pelayan Tuhan harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati sebagai berada di tengah-tengah serigala (Mat. 10:16). Upaya-upaya yang dapat ditempuh supaya dapat meningkatkan diri dalam hal berpikir kritis, yaitu: tidak boleh menelan informasi dengan mentah-mentah, selalu mengajukan pertanyaan yang sifatnya mendasar, suka membaca dan mencari informasi yang akurat dan berdiskusi dengan rekan pelayan Tuhan. Pelayan Tuhan harus mampu memilah sikap, pemikiran, pendapat yang tidak sesuai dengan iman Kristen universal. Memiliki pendirian yang teguh terhadap keyakinan yang dimilikinya.

Manfaat berpikir kritis adalah memungkinkan diri sang pelayan untuk mengevaluasi hingga ke dasar masalah, dan menghasilkan solusi kreatif yang relevan. Dengan demikian, bukan hanya menghasilkan ide, berpikir kritis juga memungkinkan untuk mengevaluasi ide baru yang didapat, menyeleksi, dan memodifikasinya jika dirasakan perlu.

Pelayan harus inovatif dalam rangka mempertahankan iman sebagai bagian kesetiaan kepada Tuhan

Paulus mengingatkan kepada Timotius dalam 2 Timotius 4:2 (TB) untuk tetap memberitakan firman Tuhan dan selalu siap sedia dalam kondisi apa pun dan kapan pun waktunya untuk melayani Tuhan dengan tetap memegang nilai-nilai kebenaran yang telah dianugerahkan Kristus. Pelayan Tuhan harus mampu melakukan hal-hal yang bersifat pembaharuan, sebab makna yang terkandung dalam inovatif adalah bersifat pembaharuan, bersifat pengenalan terhadap hal-hal yang baru. Secara etimologi, pengertian inovatif adalah usaha seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang mengelilinginya dalam menghasilkan sesuatu yang baru untuk dirinya sendiri atau orang lain. Maka (Astrid, 2012) menyarankan dengan perkembangan Revolusi Industri 4.0, seorang pelayan Tuhan perlu mengoptimalkan penggunaan media digital dengan sebagaimana mestinya sesuai kemanfaatannya tanpa menyalahgunakannya.

Demikian juga (Mulyo Kardamanto, 2018) berpandangan bahwa Era globalisasi mempunyai pengaruh terhadap teknologi atau yang dikenal dengan Revolusi Industri 4.0., yang merupakan tantangan tersendiri terhadap kehidupan sosial maupun gereja karena dapat mempengaruhi gaya hidup seorang pelayan dalam gereja. Oleh karena itu inovasi pelayan Tuhan dalam memikirkan dan merancang pola ibadah sangat diperlukan dalam rangka terus memelihara iman jemaat dalam situasi pandemi sebagai salah satu contoh dengan aturan pembatasan dari pemerintah.

Salah satu tujuan inovatif adalah agar pelayan Tuhan mampu menciptakan sesuatu yang baru dan kondisi itu dapat memberi kemudahan-kemudahan baru untuk kelanjutan kehidupan pelayanan yang digelutinya. Mampu mengembangkan pelayanan melalui penemuan atau perkembangan baru dari ide-ide inovatif yang
berhasil diwujudkan dengan baik, sebab inovasi erat kaitannya dengan kreativitas. Sebab tanpa kreativitas tidak pernah ada inovasi-inovasi. Oleh karena itu, era transisi membutuhkan pelayan Tuhan yang kreatif dan inovatif. Sehingga mampu bertindak dan memiliki kemampuan dalam melakukan inovasi pelayanan.

Kiat-kiat menjadi pribadi yang inovatif: harus menjadi pribadi yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kemajuan pelayanan, keinginan mencari hal-hal baru yang bermanfaat bagi pelayanan, berani mengambil risiko dari setiap keputusan yang diambilnya, suka berbagi ide dan pandangan yang cemerlang dan membuka diri seluas-luasnya terhadap pengetahuan dan perubahan. Hal yang sama telah dilakukan oleh Paulus di tengah penantian kematiannya, ia tetap berkarya demi kemajuan pelayanan dan demi menjaga iman jemaat, ia tidak dibatasi oleh jeruji besi penjara, oleh rantai yang mengikat tangan atau pun kakinya, tetapi dia menemukan cara melalui surat untuk mengirim pesan kepada Timotius demi kepentingan penjagaan dan pemeliharaan iman jemaat sebagai Tubuh Kristus.

Implikasi kemampuan diri dalam berinovasi adalah menekankan pada kepribadian pelayan Tuhan yang tetap bersemangat melakukan pelayanan secara aktif-kreatif. Piawai dalam berkomunikasi serta komunikatif, yaitu mudah memahami maksud dan tujuan serta bersahabat. Pelayanan Tuhan harus mampu menciptakan pembaharuan dan memiliki hati yang setia pada pelayanan, serta penuh belas kasihan pada orang-orang yang dilayaninya. Mampu mendorong dan memotivasi orang-rang percaya, rekan pelayanan dan senantiasa mempersiapkan dirinya dengan baik.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kapan pun, dalam kondisi apa pun dan di mana pun berada, seorang pelayan Tuhan dituntut tetap memiliki kriteria kesetiaan kepada Tuhan dan pekerjaan pelayanan hingga akhir hidupnya. Maka, pelayan Tuhan harus berpikir kritis dan inovatif dalam rangka mempertahankan iman sebagai bagian kesetiaan kepada Tuhan. Oleh karenanya penulis memberi rekomendasi Beberapa kriteria sikap pelayan Tuhan. Sebab, yang dibutuhkan dalam pelayanan adalah mereka yang mampu membawa perubahan. Dalam zaman yang sarat dengan tantangan ini, penulis mendorong pelayan Tuhan berani berinovasi dan mengembangkan pelayanan secara dinamis, bermakna dan bermutu. Memang potret pelayanan yang ideal sulit di dapat, namun tetap dapat menerka profilnya. Yang pasti, memasuki era transisi, pelayan Tuhan diperhadapkan pada segudang tantangan. Di era transisi membutuhkan pelayan-pelayan yang setia, pelayan Tuhan yang mampu berpikir kritis, kreatif dan inovatif.

PENELITIAN LANJUTAN
Dengan kesadaran penuh bahwa penelitian ini terbatas hasilnya, peneliti dalam penelitian lanjutan hendak mengkaji lebih dalam sejauh apa pengaruh pelayan Tuhan terhadap pertumbuhan gereja di Era transisi, khususnya sejak pandemi Covid-19 berlangsung.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan secara moril dan rekan sejawat, para hamba Tuhan yang telah bertukar pikiran hingga memungkinkan naskah ini dapat diselesaikan dalam anugerah Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Asih Rachmani Endang Sumiwi. (2019). Konsep Pelayan Tuhan Perjanjian Baru Dan Penerapannya Pada Masa Kini. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani, 3(2), 94.
Astrid. (2012). GAYA HIDUP PELAYAN TUHAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Institut Agama Kristen Negeri Toraja.
David Susilo Pranoto. (2015). Prinsip Kesegiaan Melayani Rasul Paulus: Sebuah Studi Eksegetis Kisah Para Rasul 20:24. Manna Raflesia, 1(2), 141–157.
Desman Josafat Boys. (2021). Tinjauan Buku: Pelayan Tuhan di Gereja dan Masyarakat. BONAFIDE: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen, 2(2), 282–287.
Laia, K. H. (2020). Memahami Tugas Utama Hamba Tuhan Berdasarkan Surat II Timotius 4:1-5 dan Aplikasinya pada Masa Kini. Jurnal Teologi Berita Hidup, 2(2), 110–127.
Moh Nazir. (2014). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.

Info Sekolah

Sekolah Tinggi Teologi Katharos Indonesia Bekasi

NSPN : 20404xxx
Jl. Raya Cut Mutiah No. 44, Cut Mutiah Plaza Blok A3 No. 4-5 Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat 17113
TELEPON Telp. 021-88357173.
EMAIL info@sttkatharos.com
WHATSAPP +62 822-2033-3225

No Rekening a/n : STT KATHAROS INDONESIA

No Rekening a/n : STT KATHAROS INDONESIA 013901089227505 BANK BRI
Tim Staf dukungan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja!
//
Costumer Services
Paulus
Online
//
Costumer Services
Martin
Online
//
Costumer Services
Hermanus
Online